REGULASI TEKANAN DARAH
Tekanan darah merupakan salah satu dari tanda vital penting selain denyut
nadi, frekuensi nafas dan suhu tubuh. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang
bervariasi secara alami. Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik, akan
lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika
beristirahat. Tanda vital ini mencerminkan aspek dasar kesehatan seseorang,
bahkan juga kemampuan seseorang untuk bertahan hidup. Tekanan darah dan denyut
nadi seringkali dijadikan acuan sebagai tolak ukur untuk menentukan takaran
latihan, khususnya latihan yang sifatnya melatih sistem kardiorespirasi atau
latihan aerobik.
Ada
beberapa macam jenis dari alat untuk mengukur tekanan darah ini, antara lain :
a. tensimeter raksa
a. tensimeter raksa
beberapa
langkah yang sebaiknya dilakukan sewaktu akan merangkai tensimeter raksa :
1. Cek tabung raksa, apakah ada lubang, ataukah
ada bagian yang tidak rapat
2. setelah
itu, buka penutup tabung
3. sambungkan selang,tabung raksa dan alat untuk
memompa
4. cek ketepatan dan kerapatannya
5. pada saat akan menyimpan tensimeter, maka,
pastikan tabung raksa dalam keadaan tertutup (miringkan ke arah tabung terlebih
dahulu baru geser tombol/jarum na ke arah off )
b. tensimeter jarum
c. tensimeter digital
faktor
yang mempengaruhi tekanan darah
1. jenis kelamin
2. Umur
3. Pekerjaan
4. lingkungan hidup
5. suku bangsa.
Di samping itu tidak sedikit faktor yang terdapat dalam
proses
pengukuran
tekanan darah yang dapat mempengaruhi hasil
pengukuran.
Faktor tersebut antara:
1. suhu ruang
2. kegiatan jasmani sebelum diperiksa
3. lengan atas tertekan oleh lengan baju
4. kecepatan menurunkan tekanan udara
manset
5. sikap tubuh selama diperiksa
6. kegelisahan
7. ketajaman pendengaran pemeriksa.
Meskipun
pemeriksaan darah secara auskultasi dikatakan
mempunyai
nilai yang hanya berbeda 10% dibandingkan
dengan
pemeriksaan cara langsung tetapi bila faktor-faktor
tersebut
di atas kurang diperhatikan maka kesalahan hasil
pengukuran
akan bertambah besar.
Mekanisme pengaturan tekanan darah dalam tubuh manusia
diklasifikasikan menjadi dua,yaitu:
1.
Pengaturan tekanan darah jangka pendek melibatkan refleks neuronal susunan
saraf pusat dan regulasi curah jantung, mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan
mean arterial blood pressure yang optimal dalam waktu singkat.
v Refleks Baroreseptor dan Kemoreseptor
Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling diketahui
adalah refleks baroreseptor. Baroreseptor terangsang bila ia teregang. Pada
dinding hampir semua arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher
dapat dijumpai beberapa baroreseptor, tetapi dijumpai terutama dalam: dinding
arteri karotis interna yang terletak agak di atas bifurkasio karotis (sinus
karotikus), dan dinding arkus aorta.
Sinus karotikus adalah bagian pembuluh darah yang paling mudah teregang.
Sinyal yang dijalarkan dari setiap sinus karotikus akan melewati saraf hering
yang sangat kecil ke saraf kranial ke-9 (glosofaringeal) dan kemudian ke
nukleus traktus solitarius (NTS) di daerah medula batang otak. Arkus aorta
adalah bagian yang paling kenyal dan teregang setiap kali terjadi ejeksi
ventrikel kiri. Sinyal dari arkus aorta dijalarkan melalui saraf kranial ke-10
(vagus) juga ke dalam area yang sama di medula oblongata. Pada keadaan normal
sinus karotikus lebih berperan dalam mengendalikan tekanan darah dibanding
arkus aorta, dimana arkus aorta memiliki ambang rangsang aktivasi statik yang
lebih tinggi dibanding sinus karotikus yaitu ~110 mmHg vs ~50 mmHg. Arkus aorta
juga memiliki ambang rangsang dinamik yang lebih tinggi dibanding sinus
karotikus, tetapi tetap berespons saat baroreseptor sinus karotikus telah
jenuh.
Baroreseptor, kemoreseptor dalam badan karotid, dan reseptor volume (stretch)
dalam jantung, mengirim impuls lewat saraf-saraf aferen dalam saraf kranial
ke-9 dan ke-10 menuju NTS di batang otak. Proyeksi dari
saraf kranial ke-9 dan ke-10 menuju NTS akan melalui jalur naik (ascending)
untuk mencapai daerah di otak dimana efek otonom dapat dirangsang oleh
stimulasi elektrik langsung. Daerah tersebut termasuk area-area korteks (fronto-occipital,
temporal), girus singuli, amigdala, ganglia basal, dan hipotalamus, juga daerah
bawah batang otak dan korda spinalis. Jalur menurun (descending) dari
korteks dan girus singuli mencapai hipotalamus. Serabut-serabut dari
hipotalamus naik ke nukleus batang otak dan korda spinalis. Korda spinalis
mengandung serabut-serabut vasomotor yang berjalan naik dan berakhir pada
neuron pra-ganglion simpatik.
Gambar 1: Baroreseptor dan penjalaran sinyal.
Baroreseptor lebih banyak berespons terhadap tekanan yang berubah cepat
daripada terhadap tekanan yang menetap. Dalam batas kerja tekanan arteri
normal, perubahan tekanan yang kecil saja sudah akan menimbulkan refleks otonom
yang kuat untuk mengatur kembali tekanan arteri tersebut kembali ke nilai
normal. Jadi, mekanisme umpan balik baroreseptor ini akan berfungsi lebih
efektif bila masih dalam batas tekanan yang biasanya diperlukan.
Banyaknya jalur neuronal yang saling berinteraksi untuk mengatur aliran
impuls saraf otonom memberi banyak peluang untuk integrasi berbagai stimulus
yang mempengaruhi tekanan darah, seperti: faktor emosi (takut, marah, cemas),
stres fisik (nyeri, kerja fisik, perubahan suhu), kadar O2 dalam
darah, dan glukosa, juga level tekanan
darah yang di kontrol oleh baroreseptor.
Kendali kemoreseptor pada sistem kardiovaskuler mencakup kemoreseptor
sentral dan perifer. Kemoreseptor sentral di medula oblongata sensitif terhadap
pH otak yang rendah, yang mencerminkan peninggian PCO2 di arteri.
Peningkatan PCO2 arteri menstimulasi kemoreseptor sentral untuk
menginhibisi area vasomotor dengan hasil akhir peningkatan keluaran simpatis
dan terjadi vasokonstriksi. Kemoreseptor perifer berperan mengendalikan
ventilasi paru dan terletak dekat baroreseptor, yaitu badan karotis dan badan
aorta. Penurunan PO2 arteri menstimulasi kemoreseptor perifer untuk
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.
Skema 1: Pengaturan jangka pendek terhadap penurunan tekanan darah.
Skema 2: Pengaturan jangka pendek terhadap peningkatan tekanan darah
v Perangsangan Parasimpatis pada Jantung
Sistem saraf parasimpatis sangat penting bagi sejumlah fungsi autonom pada
tubuh, namun hanya mempunyai peran kecil dalam pengendalian sirkulasi. Pengaruh
sirkulasi yang penting hanyalah pengaturan frekuensi jantung melalui
serat-serat parasimpatis yang di bawa ke jantung oleh nervus vagus, dari medula
langsung ke jantung.
Perangsangan vagus yang kuat pada jantung dapat menghentikan denyut
jantung selama beberapa detik, tetapi biasanya jantung akan “mengatasinya” dan
setelah itu berdenyut dengan kecepatan 20 sampai 40 kali per menit. Selain itu,
perangsangan vagus yang kuat dapat menurunkan kekuatan kontraksi otot sebesar
20 sampai 30 persen. Penurunan ini tidak akan lebih besar karena serat-serat
vagus di distribusikan terutama ke atrium tetapi tidak begitu banyak ke
ventrikel di mana tenaga kontraksi sebenarnya terjadi. Meskipun demikian,
penurunan frekuensi denyut jantung yang besar digabungkan dengan penurunan
kontraksi jantung yang kecil akan dapat menurunkan pemompaan ventrikel sebesar
50 persen atau lebih, terutama bila jantung bekerja dalam keadaan beban kerja
yang besar. Dengan cara ini, curah jantung dapat diturunkan sampai serendah nol
atau hampir nol.
Skema 3: Efek peningkatan aktivitas parasimpatis dan penurunan aktivitas
simpatis pada jantung dan tekanan darah.5
v Perangsangan Parasimpatis pada Pembuluh Darah
Serabut parasimpatis hanya dijumpai di beberapa daerah pada tubuh. Serabut
parasimpatis mempersarafi kelenjar air liur dan kelenjar gastrointestinal, dan
berpengaruh vasodilatasi pada organ erektil di genitalia eksterna. Serabut
postganglion pasasimpatis melepaskan asetilkolin yang menyebabkan vasodilatasi.
v Perangsangan Simpatis pada Jantung
Serat-serat saraf vasomotor simpatis meninggalkan medula spinalis
melalui semua saraf spinal toraks dan lumbal pertama dan kedua. Serat-serat ini
masuk ke dalam rantai simpatis dan kemudian ke sirkulasi melalui dua jalan; (1)
melalui saraf simpatis spesifik, yang terutama menginervasi vaskulatur dari
visera internal dan jantung serta (2) melalui nervus spinalis yang terutama
menginervasi vaskulatur daerah perifer. Inervasi arteri kecil dan arteriol
menyebabkan rangsangan simpatis meningkatkan tahanan dan dengan demikian menurunkan
kecepatan aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi pembuluh besar, terutama
vena, memungkinkan bagi rangsangan simpatis untuk menurunkan volume pembuluh
ini dan dengan demikian mengubah volume sistem sirkulasi perifer.
Hal ini dapat memindahkan darah ke dalam jantung dan dengan demikian
berperan penting dalam pengaturan fungsi kardiovaskular.
Perangsangan simpatis yang kuat dapat meningkatkan fekuensi denyut
jantung pada manusia dewasa dari 180 menjadi 200 dan, walaupun jarang terjadi,
250 kali denyutan per menit pada orang dewasa muda. Juga, perangsangan simpatis
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, oleh karena itu akan meningkatkan
volume darah yang dipompa dan meningkatkan tekanan ejeksi. Jadi, perangsangan
simpatis sering dapat meningkatkan curah jantung sebanyak dua sampai tiga kali
lipat selain peningkatan curahan yang mungkin disebabkan oleh mekanisme
Frank-Starling. Secara singkat, mekanisme Frank-Starling dapat diartikan
sebagai berikut: semakin besar otot jantung diregangkan selama pengisian,
semakin besar kekuatan kontraksi dan semakin besar pula jumlah darah yang
dipompa ke dalam aorta.
Sebaliknya, penghambatan sistem saraf simpatis dapat digunakan untuk
menurunkan pompa jantung menjadi moderat dengan cara sebagai berikut: Pada
keadaan normal, serat-serat saraf simpatis ke jantung secara terus-menerus
melepaskan sinyal dengan kecepatan rendah untuk mempertahankan pemompaan
kira-kira 30 persen lebih tinggi bila tanpa perangsangan simpatis. Oleh karena
itu, bila aktivitas sistem saraf simpatis ditekan sampai di bawah normal,
keadaan ini akan menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi
ventrikel, sehingga akan menurunkan tingkat pemompaan jantung sampai sebesar 30
persen di bawah normal.
Skema 4: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada jantung dan
tekanan darah.5
Skema 5: Efek penurunan aktivitas simpatis pada arteri dan tekanan darah.5
Skema 6: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada arteri dan tekanan darah.5
2.
Pengaturan tekanan darah jangka panjang mengatur homeostasis sirkulasi melalui
sistem humoral endokrin dan parakrin vasoaktif yang melibatkan ginjal sebagai
organ pengatur utama distribusi cairan ekstraseluler. Kata Kunci: Kebugaran,
tekanan darah.
Sebagai pelengkap dari mekanisme neuronal yang bereaksi cepat dalam
mengendalikan resistensi perifer dan curah jantung, kendali jangka menengah dan
jangka panjang melalui sistem humoral bertujuan untuk memelihara homeostasis
sirkulasi. Pada keadaan tertentu, sistem kendali ini beroperasi dalam skala
waktu berjam-jam hingga berhari-hari, jauh lebih lambat dibandingkan dengan
refleks neurotransmiter oleh susunan saraf pusat. Sebagai contoh, saat
kehilangan darah disebabkan perdarahan, kecelakaan, atau mendonorkan sekantung
darah, akan menurunkan tekanan darah dan memicu proses untuk mengembalikan
volume darah kembali normal. Pada keadaan tersebut pengaturan tekanan darah
dicapai terutama dengan meningkatkan volume darah, memelihara keseimbangan
cairan tubuh melalui mekanisme di ginjal dan menstimulasi pemasukan air untuk
normalisasi volume darah dan tekanan darah.
v Amina Biogenik
Amina biogenik termasuk substansi yang di bentuk melalui dekarboksilasi
asam amino atau derivatnya. Katekolamin, yaitu dopamin, norepinefrin, dan
epinefrin termasuk amina biogenik yang berperan dalam regulasi tekanan darah.
Katekolamin merupakan neurotransmiter dalam beberapa jalur sistem saraf pusat,
lewat pelepasan hormon ini dari medula adrenal (terutama epinefrin) atau pada
ujung saraf simpatis (terutama norepinefrin), atau lewat kerja langsung dalam
ginjal di mana hormon ini mempengaruhi aliran darah dan produksi renin.
Dopamin adalah prekursor untuk epinefrin. Kadar dopamin yang tinggi di
dalam serum dibutuhkan untuk mengaktifkan reseptor a
pembuluh darah dan menyebabkan vasokonstriksi. Norepinefrin di sintesa dalam
medula adrenal, pre-ganglion simpatik, otak, dan sel-sel saraf spinal, namun
paling banyak ditemukan di dalam vesikel sinaptik saraf otonom pasca-ganglion
pada organ-organ yang kaya akan inervasi simpatis, seperti otak, kelenjar
saliva, otot polos pembuluh darah, hati, limpa, ginjal, dan otot. Norepinefrin
menstimulasi reseptor a1-adrenergik (terletak di jantung, otot-otot papiler, dan
otot polos) dan reseptor b1-adrenergik yang meningkatkan pemasukan kalsium ke dalam
sel-sel target, sehingga meningkatkan kontraksi dan denyut jantung dan akibatnya
meningkatkan tekanan darah. Epinefrin menstimulasi reseptor a1
dan b1-adrenergik dengan efek yang sama
seperti norepinefrin, tetapi juga menstimulasi reseptor b2-adrenergik (terdapat dalam otot
rangka, jantung, hati, dan medula adrenal) dengan efek akhir vasodilatasi.
Namun epinefrin bukanlah vasodilator sistemik, efeknya terhadap kardiovaskuler
lebih lemah dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan norepinefrin.
Amina biogenik lainnya, serotonin dan histamin, mempunyai efek kerja
yang kuat pada otot polos pembuluh darah. Selain merupakan komponen endogen
dalam tubuh manusia, serotonin dan histamin juga terdapat di alam. Serotonin
atau 5-hidroksitriptamin adalah vasokonstriktor kuat, namun tidak terlibat
langsung dalam kontrol terhadap tekanan darah. Serotonin secara tidak langsung
ikut mengatur tekanan darah melalui perannya sebagai neurotransmiter di dalam
sistem saraf pusat. Histamin, di bentuk melalui dekarboksilasi histidin dan
dijumpai pada banyak jaringan, termasuk di ujung saraf. Histamin menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, tetapi belum ada bukti
bahwa histamin berperan dalam kontrol terhadap tekanan darah.
Skema 7: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada kelenjar adrenal dan tekanan
darah.5
v Renin
Renin adalah protease asam, merupakan enzim yang mengkatalisis
pelepasan hidrolitik dekapeptida angiotensin I dari ujung amino terminal
angiotensinogen. Angiotensin I berfungsi semata-mata sebagai prekursor dari
angiotensin II. Renin di simpan dalam sel-sel jukstaglomerular ginjal dan
dilepaskan ke dalam pembuluh darah sebagai respons terhadap berbagai stimulus
fisiologis yang membantu untuk menggabungkan sistem renin-angiotensin menjadi
proses yang kompleks dalam homeostasis sirkulasi. Renin yang aktif
mempunyai waktu paruh
paling lama 80 menit di dalam sirkulasi.
Renin di bantu oleh angiotensin-converting-enzyme (ACE) membentuk
angiotensin II.2,8
v Angiotensinogen
Angiotensinogen disebut juga substrat renin, di sirkulasi dijumpai dalam fraksi a2-globulin plasma. Angiotensinogen disintesa
dalam hati, mengandung sekitar 13% karbohidrat dan di bentuk dari 453 residu
asam amino. Kadar angiotensinogen dalam sirkulasi meningkat oleh
glukokortikoid, hormon tiroid, estrogen, beberapa sitokin, dan angiotensin II.
v Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
Angiotensin-Converting Enzyme adalah dipeptidil karboksipeptidase yang membagi histidil-leusin dari
angiotensin I inaktif, membentuk angiotensin II oktapeptida. Lokasi enzim ini
di sirkulasi adalah dalam sel-sel endotel. Sebagian besar konversi angiotensin
I menjadi angiotensin II oleh ACE terjadi saat darah melewati paru-paru. Hal
ini mungkin disebabkan luasnya endotel paru, sebagai lokasi strategis di mana
terjadi penerimaan curah jantung dari darah vena, dan mungkin yang paling
penting karena angiotensin II dapat melewati sirkulasi paru tanpa ekstraksi.
v Angiotensin II
Angiotensin II adalah hormon peptida yang bekerja di kelenjar adrenal,
otot polos pembuluh darah, dan ginjal. Reseptor untuk angiotensin II berlokasi
pada membran plasma dari sel-sel target
pada jaringan-jaringan tersebut. Angiotensin II sangat cepat
dimetabolisme, waktu paruhnya dalam sirkulasi sekitar 1-2 menit. Hormon ini dimetabolisme oleh berbagai
peptida. Aminopeptida mengeluarkan residu asam aspartat dari amino terminal
peptida ini, menghasilkan heptapetida
yang disebut angiotensin III. Pengambilan residu amino terminal yang
kedua dari angiotensin III menghasilkan heksapeptida yang disebut angiotensin IV. Biasanya
peptida-peptida yang terbentuk ini
tidak/kurang aktif dibandingkan dengan
angiotensin II.
Angiotensin II yang disebut juga
hipertensin atau angiotonin, menghasilkan konstriksi arteri dan peningkatan
tekanan darah sistolik maupun diastolik. Di dalam sel otot polos pembuluh
darah, angiotensin II berikatan dengan reseptor G-protein-coupled AT1A,
mengaktifkan fosfolipase C, meningkatkan Ca2+ dan menyebabkan
kontraksi. Hormon ini merupakan salah satu vasokonstriktor kuat, empat hingga
delapan kali lebih aktif daripada norepinefrin pada individu normal, namun
kadar plasma angiotensin II tidak cukup untuk menyebabkan vasokonstriksi
sistemik. Sebaliknya angiotensin II berperan dalam kardovaskuler bila terjadi
kehilangan darah, olahraga dan keadaan serupa yang mengurangi aliran darah ke
ginjal.
Efek penting dari angiotensin II
terhadap pengaturan tekanan darah antara lain:
-
Meningkatkan kontraktilitas
jantung
-
Mengurangi aliran plasma ke
ginjal, dengan demikian meningkatkan reabsorpsi Na+ di ginjal
-
Bersama angiotensin III merangsang
korteks adrenal melepaskan aldosteron
-
Menstimulasi rasa haus dan memicu
pelepasan vasokonstriktor lain yaitu arginin vasopresin (AVP)
-
Memfasilitasi pelepasan
norepinefrin dari pasca-ganglion saraf simpatik.
Cara Mengukur
Tekanan Darah
Alat-alat mengukur tekanan darah:
Untuk mengukur tekanan darah digunakan
alat yang disebut sphygmomanometer. Alat ini terdiri dari sebuah pompa, sumbat
udara yang dapat diputar, kantong karet yang terbungkus kain, dan pembaca
tekanan, yang bisa berupa jarum mirip jarum stopwatch atau air raksa.
Cara pengukuran tekanan darah :
Cara pengukuran tekanan darah :
- Pemeriksa memasang kantong karet terbungkus kain (cuff) pada lengan atas.
- Stetoskop ditempatkan pada lipatan siku bagian dalam.
- Kantong karet kemudian dikembangkan dengan cara memompakan udara ke dalamnya. Kantong karet yang membesar akan menekan pembuluh darah lengan (brachial artery) sehingga aliran darah terhenti sementara.
- Udara kemudian dikeluarkan secara perlahan dengan memutar sumbat udara.
- Saat tekanan udara dalam kantong karet diturunkan, ada dua hal yang harus diperhatikan pemeriksa. Pertama, jarum penunjuk tekanan, kedua bunyi denyut pembuluh darah lengan yang dihantarkan lewat stetoskop. Saat terdengat denyut untuk pertama kalinya, nilai yang ditunjukkan jarum penunjuk tekanan adalah nilai tekanan sistolik.
- Seiring dengan terus turunnya tekanan udara, bunyi denyut yang terdengar lewat stetoskop akan menghilang. Nilai yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk tekanan saat bunyi denyut menghilang disebut tekanan diastolik.
Ada
dua jenis pengukuran tekanan darah (blood pressure), yaitu
1. Sistolik
adalah
besarnya tekanan yang timbul pada pembuluh arteri saat jantung memompa darah
(berkontraksi).
2. Diastolik
adalah
tekanan saat jantung dalam fase istirahat.
Yang
dimaksud dengan tekanan darah disini adalah tenaga yang dikeluarkan oleh darah
untuk dapat mengalir melalui pembuluh darah. Ukuran tekanan darah dinyatakan
dalam bentuk mm Hg. Hg merupakan singkatan dari hydragyrum, yaitu merupakan air
raksa yang ada didalam tabung tensi meter. Jadi jika tekanan darah seseorang
adalah sebesar 140 mm Hg, maka maksudnya adalah tenaga yang dikeluarkan oleh
darah untuk mendorong air raksa didalam tabung tensimeter setinggi 140 mm.
HAL-HAL
YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Ruang pemeriksaan:
suhu ruang dan ketenangan ruang
periksa yang nyaman. Suhu ruang yang terlalu dingin dapat
meningkatkan tekanan darah.
Alat: sebaiknya digunakan
sfigmomanometer dengan
pipa air raksa yang tegak lurus dengan bidang horisontal.
Hindarkan paralaks waktu membaca permukaan air raksa.
Gunakan manset dengan lebar yang dapat mencakup 2/3
panjang lengan atas serta panjang yang dapat mencakup
2/3 lingkar lengan.
Penggunaan manset yang lebih kecil akan menghasilkan
nilai yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya.
2. Persiapan:
bila diperlukan dan keadaan pasien memung-
kinkan, sebaiknya dipersiapkan dalam keadaan basal. Karena
biasanya hanya diperlukan nilai tekanan darah
"sewaktu".
maka pengaruh kerja jasmani, makan, merokok dihilangkan
terlebih dahulu sebelum diukur.
3. Jumlah pengukuran:
dilakukan pengukuran sebanyak tiga
kali, untuk diambil nilai rata-ratanya. Bila tersangka
menderita
hipertensi, dianjurkan untuk mengukur dalam 3 hari berturut-
turut.
4. Tempat pengukuran:
pengukuran dilakukan pada lengan
kanan dan kiri bila dicurigai terdapat peningkatan tekanan
darah.Kesenjangan nilai lengan kanan dan kiri dapat
ditimbul-
kan karena coarctatio aorta.
5. Posisi orang yang diperiksa:
untuk keperluan skrining,
dapat dilakukan dalam posisi duduk. Dalam hal ini lengan
bawah sedikit fleksi, serta lengan atas setinggi jantung.
Hindar-
kan posisi duduk yang menekan perut, lebih-lebih pada orang
yang gemuk (obese).
Untuk pasien hipertensi, lebih-lebih yang sedang dalam
pengobatan, perlu diukur dalam posisi berbaring dan pada
waktu 1 -- 5 menit setelah berdiri.
6. Pemompaan dan pengempesan manset:
dilakukan pemompaan dan pengempesan manset sebelum diukur
tekanan
darahnya. Hal ini untuk menghindari kesalahan nilai karena
rangsang atau reaksi obstruksi sirkulasi darah Pemompaan
dilakukan dengan cepat hingga 20 -- 30 mmHg
di atas tekanan pada waktu denyut a. radialis tidak teraba.
Pengempesan dilakukan dengan kecepatan yang tetap (konstan),2
-- 3 mmHg tiap detik. Pengempesan yang terlalu cepat akan mengakibatkan nilai
diastolik yang lebih rendah dari yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar